MAKALAH KOMUNIKASI POLITIK “Hubungan Komunikasi Politik dan Budaya Politik pada konflik internal partai Golkar”

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah s.w.t karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Hubungan Komunikasi Politik dan Budaya Politik di Indonesia.Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Ruang Lingkup Objek Kajian Proses dan Tindakan Komunikasi Politik.

Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang sudah ada. Materi-materi bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami konsep tentang Komunikasi Politik dan Budaya Politik.Penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu berkat adanya dorongan, bimbingan, dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan,akan tetapi dengan bantuan dari beberapa pihak, tantangan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Praya, 18 Mei 2015

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.

Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.

Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lain-lain.

Interaksi politik masyarakat dapat melalui beberapa metode pendekatan, dua diantaranya yaitu tertuang dalam komunikasi Politik dan Budaya Politik. Komunikasi Politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari suatu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Sedangkan Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang me­merintah.

Pada belakangan ini, muncul beberapa konflik politik, baik itu antara pelaku Suprastruktur Politik maupun Infrastruktur politik. Salah satu kasusnya yaitu konflik yang terjadi pada salah satu Partai Politik tertua Indonesia yaitu Partai Golongan Karya (Golkar). Internal partai tersebut muncul istilah Musyawarah Nasional (Munas) Tandingan dan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Tandingan di dalam tubuh Partai Golkar. Tuduhan itu ditujukan terhadap Munas yang berlangsung di Ancol, Jakarta, pada tanggal 6-8 Desember 2014, termasuk keputusan-keputusannya. Pasalnya, pada tanggal 30 November sampai 2 Desember 2014, juga berlangsung Munas di Bali. Dua struktur kepengurusanpun sudah dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan HAM guna diverifikasi dan dinyatakan sebagai kepengurusan yang sah menurut hukum positif yang berlaku. Banyak pendapat berserakan di media massa menyangkut Munas mana yang legal, mana yang abal-abal. Termasuk putusan-putusan yang sudah diambil. Di luar itu, konflik yang dihadapi Partai Golkar sekarang adalah konflik terbesar sepanjang sejarah partai ini. Dalam usia 50 tahun, partai politik tertua ini justru mengalami masalah yang akan mengubah wajah Partai Golkar ke depan. Bukan hanya sisi legalitas, melainkan juga dalam kaitannya dengan konsolidasi demokrasi yang sedang berjalan.

Sehingga, diperlukan kehati-hatian dalam menyelesaikan masalah ini, baik dari kalangan internal Partai Golkar, maupun pihak terkait termasuk dan terutama pemerintah dan lembaga peradilan. Apabila penanganan yang dilakukan emosional dan berdasarkan pamer kekuasaan semata, bisa dipastikan bahwa Partai Golkar bakalan mengalami konflik permanen, struktural dan masif yang sulit dicarikan jalan keluar. Konflik yang selama ini terkelola dengan baik, hanya berlangsung secara tertutup, belakangan menjadi terbuka dan diketahui oleh masyarakat luas.

Dari uraian tersebut di atas yang mana begitu pentingnya peran dari Komunikasi Politik dan Budaya Politik dalam membangun kehidupan perpolitikan negara. Hal ini menarik untuk dibahas akan adanya hubungan dengan konflik Partai Politik Golongan Karya (GOLKAR), sehingga mendorong dilakukannya penyusunan makalah yang berjudul : “HUBUNGAN KOMUNIKASI POLITIK DAN BUDAYA POLITIK PADA KONFLIK PARTAI GOLONGAN KARYA”.

BAB II

PERMASALAHAN

  • Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

  1. Adanya konflik internal pada Partai Golkar terkait Munas Tandingan dan DPP
  2. Konflik partai Golkar merupakan konflik terbesar sepanjang sejarah partai
  3. Adanya indikasi pamer kekuasaan antar pimpinan DPP partai Golkar
  4. Adanya keterkaitan antara konflik partai Golkar dan hubungannya dengan komunikasi politik dan budaya politik
  • Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan suatu masalah atau penganalisaan suatu masalah diperlukan adanya pembatasan dari masalah yang akan dibahas maupun yang akan dianalisa, karena permasalahan yang ada, terdiri atas bermacam-macam sebab dan akibatnya sehingga apabila tidak diberikan pembatasan maka akan menjadi panjang lebar, memakan waktu dan tidak terarah yang akhirnya akan mempengaruhi terhadap gagalnya pencapaian tujuan yang diinginkan. Untuk itu sesuai dengan tema yang yang ada maka analisis yang akan dilakukan menyangkut Hubungan Konflik Internal Partai Golkar dikatkan dengan Komunikasi Politik dan Budaya Politik.

  • Rumusan Masalah

Untuk memperjelas permasalahan yang di hadapi, maka fokus makalah pada permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana kronologi konflik Internal Partai Gokar ?
  2. Bagaimana hubungan komunikasi Politik terhadap konflik Partai Golkar ?
  3. Bagaimana penyelesaian konflik internal partai Golkar ?
  • Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah :

  1. Untuk mengetahui kronologi konflik Internal Partai Gokar
  2. Untuk hubungan komunikasi Politik terhadap konflik Partai Golkar
  3. Untuk mengetahui penyelesaian konflik internal partai Golkar
  • Definisi Konsep
    • Komunikasi Politik

Komunikasi Politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah“. (Wikipedia)

Gabriel Almond (1960) : komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik.

Muis (1998:6) : mencangkup organisasi-organisasi massa yang memperjuangkan suatu cita-cita politik melalui kegiatan berserikat serta menyatakan pendapatnya secara terbuka.

Dari defenisi-defenisi tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Komunikasi politik berkaitan dengan kekuasaan yang terdiri dari Suprastruktur Politik (Pemerintah) dan Infrastruktur Politik (Partai,Massa, dll). Komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan pemerintah. Proses dimana informasi yang relevan diteruskan dari suatu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1       Kronologi Konflik Internal Partai Golkar

Partai Golkar tengah mengalami perebutan kepemimpinan yang mengancam kelangsungan organisasi. Gejolak di tubuh partai, menurut sejumlah analis, tak hanya berdampak secara internal, tapi juga memengaruhi perimbangan kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Golkar, kendaraan politik mantan Presiden Suharto, adalah salah satu partai tertua dan termapan di parlemen dengan menduduki 91 dari 560 kursi. Dalam rapat paripurna legislatif, suaranya berpengaruh.

Partai itu kini menjadi bagian dari Koalisi Merah Putih yang menjadi oposan koalisi pendukung Joko Widodo. Bergantung kepada siapa yang akan terpilih sebagai ketua partai pada periode kepemimpinan mendatang, Golkar kemungkinan dapat menyeberang ke kubu lawan.

  1. Awal mula perebutan kepemimpinan

Partai politik di Indonesia biasanya menggelar rapat pimpinan nasional sekali dalam lima tahun guna memilih ketua. Golkar menggelar Rapimnas pada awal Desember di Bali dan berujung dengan kembali terpilihnya Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai. Namun, sejumlah politikus senior partai menganggap pemilihan berlangsung curang dan menuding para simpatisan Bakrie mengintimidasi para anggota partai untuk memilihnya. Tuduhan itu langsung ditampik.

Pihak-pihak yang melancarkan kecaman memutuskan memisahkan diri dan menggelar Rapimnas tandingan. Agung Laksono, ketua kubu penentang Bakrie memenangi pemungutan suara dan mengadakan Rapimnas tandingan di Ancol Jakarta dan terjadilah konflik internal partai antara dua kubu tersebut.

Setelah beberapa bulan Partai Golkar berada di bawah kepemimpinan ganda, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menengahi dan mengakui Agung sebagai ketua resmi.Namun reseden yang dilakuakan oleh Menkumham dengan mengeluarkan SK kepengurusan partai Golkar yang sah adalah kubu agung laksono tidak dapat menyelesaikan konflik. Para simpatisan Bakrie menuding Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, memihak Agung. Para simpatisan itu mengatakan bahwa Yasonna, yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menengarai persetujuannya muncul karena ia mengetahui Agung mendukung Joko Widodo. Agung diyakini akan membelokkan dukungan partai.

Juru bicara kementerian hukum, Ferdinand Siagian, menyangkal tudingan. “Keputusan kementerian tidak bersifat politis,” ujarnya kepada The Wall Street Journal.

Dalam wawancara dengan media setempat beberapa waktu belakangan, Agung mengatakan Golkar, di bawah kepemimpinannya, mendukung pemerintah dan tak lagi menjadi bagian koalisi oposisi. Namun, ia juga mengatakan bahwa Partai Golkar pun bukan bagian dari koalisi pendukung presiden yang intinya Golkar dibawa pimpinan agung laksono menginginkan Golkar keluar dari kualisi merah putih.Para simpatisan Bakrie mengaku akan terus maju. Mereka telah mengajukan gugatan ke PTUN terhadap kementerian hukum dan hak asasi manusia dan para anggota Golkar yang memimpin jalan Rapimnas yang akhirnya memilih Agung.yang pada akhirnya di menangkan oleh kubu Aburizal bakhri,namun kubu Agung laksono kembali mengajukan banding.

3.2       Hubungan Komunikasi Politik Terhadap Konflik Partai Golkar

Komunikasi politik merupakan hal yang sangat penting terhadap penyelesaian konflik yang terjadi dalam partai politik khususnya partai Golkar.contohnya dengan adanya komunikasi yang yang dilakukan oleh kedua Kubuh untuk islah dalam konflik internal partai.termasuk dalam hal ini adalah dengan penyelesan konflik partai Golkar oleh Mahkamah partai. Komunikasi yang baik antar pengurus dan konstituen partai politik merupakan bagian dari fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Makna partai sebagai sarana komunikasi politik adalah Partai sebagai penyalur aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation).[2] Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Sedangkan partai sebagai sarana sosialisasi politik adalah Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat.   Termasuk dalam hal ini adalah konflik yang terjadi dalam konflik internal partai Golkar,karena keberadaan partai mempunyai peran penting dalam pemerintahan khususnya menampung aspirasi rakyat maka penyelesaian konflik dalam partai politik khususnya partai Golkar melalui komunikasi politik adalah hal yang penting,walaupun pada belum menemukan islah dalam interen dan melalui PTUN.

3.4 Penyelesaian konflik internal partai Golkar

Semangat dasar yang menjiwai lahirnya UU No 2 Tahun 2011 tentang partai politik ialah konsolidasi demokrasi.Secara teoritik, konsolidasi demokrasi diawali dengan memperkuat lembaga-lembaga politik sebagai penopangnya.Keberadaan parpol dalam kultur politik modern diarahkan untuk mewujudkan demokrasi.Logikanya, hanya dengan membudayakan demokrasi di dalam dirinya, parpol bisa mengakselerasi nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Pentingnya konsolidasi demokrasi sebagai dasar, arah, dan tujuan parpol terlihat jelas dalam UU No 2/2011 tentang Partai Politik.Pasal 10 UU ini menyatakan bahwa parpol bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila serta membangun budaya dan etika politik.
Pasal 13 menegaskan bahwa parpol berkewajiban menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan HAM.Ketentuan ini diperkuat dalam Pasal 27 yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan parpol di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis dan Pasal 28, yakni pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud Pasal 27 sesuai dengan AD dan ART parpol. Hal ini diperkuat lagi dalam Pasal 36 Anggaran Partai Golkar, yakni pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila ini tidak mungkin, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Merujuk pada ketentuan-ketentuan tersebut, keabsahan suksesi internal partai hanya dapat dipertanggungjawabkan sejauh dipenuhinya asas-asas demokrasi dimaksud.Praktik-praktik otoriterisme dalam suksesi internal partai, seperti pemaksaan kehendak, intimidasi, tidak netralnya panitia, hingga obral pecat-memecat kader harus dihindari, karena berpotensi mematikan demokrasi yang justru menjadi tanggung jawab partai untuk mengembannya.
Tidak terpenuhinya prinsip-prinsip demokrasi tersebut menjadi alasan dasar MPG untuk tidak mengesahkan DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, 30 November-4 Desember 2014.Mahkamah Partai berperan untuk mewadahi, menilai, dan memutuskan perselisihan internal parpol.
Ayat 5 pasal ini secara tegas mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Partai,terutama menyangkut perselisihan kepengurusan bersifat final dan mengikat.

Ada dua pesan penting di balik ketetapan tersebut.
Pertama, Mahkamah Partai, dalam hal ini MPG, menjadi satu-satunya badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan internal Partai Golkar.Karena itu, majelis hakim PTUN hendaknya satu suara dengan PN Jakarta Pusat dan PN Jakarta Barat yang sebelumnya dengan tegas menolak mengadili perselisihan internal partai karena bukan wewenangnya.

Kedua, perselisihan internal hanya efektif diselesaikan oleh kader partai sendiri.Asumsinya, kader-kader partai lebih memahami akar persoalan dan dinamika yang terus berkembang di internal partai, sehingga tawaran solusinya lebih cepat dan tepat

.Langkah penyelamatan Sikap MPG dalam memutus perselisihan kepengurusan DPP Partai Golkar merupakan langkah nyata penyelamatan Partai Golkar.Perbedaan pandangan di antara elite beringin sudah sangat tajam dan sulit dicarikan titik kompromi.Soliditas kader di semua tingkatan mencair.Jika MPG tidak segera bertindak, kerusakan serius akan terus menghantui perjalanan partai ini.Dari sisi ini, keputusan MPG yang dijiwai semangat rekonsiliasi patut diapresiasi.

Pertama, MPG mengesahkan Agung Laksono, semata-mata dimaksudkan untuk menjalankan tugas-tugas konsolidasi dengan menyelenggarakan Musda dari kabupaten/kota, provinsi, dan Munas selambat-lambatnya Oktober 2016.

Kedua, MPG menegaskan agar Agung Laksono-Zainudin Amali menghindari kelaziman the winner takes all, dengan mewajibkan mengakomodasi secara selektif kader-kader Partai Golkar hasil Munas Bali. Soal ini direspons secara cepat oleh Agung Laksono, dengan mengakomodasi 87 kader hasil Munas Bali, di antaranya Mahyudin, Airlangga Hartarto, Erwin Aksa, dan Fayakhun Andriadi.Artinya, islah telah terjadi di Partai Golkar, sehingga tak ada halangan lagi untuk mengikuti Pilkada serentak 2015.

Ketiga, proses konsolidasi Partai Golkar akan berlangsung di bawah pengawasan MPG.Dengan demikian, Agung Laksono dkk tidak bisa semena-mena menjalankan roda partai, sebaliknya tunduk pada pengawasan MPG.Nasib Partai Golkar kini bergantung pada kejernihan berpikir dan keberpihakan majelis hakim PTUN Jakarta Timur yang akan memutus perkara ini pada 18 Mei mendatang.Jika keputusan hakim PTUN tidak sejalan dengan PN Jakarta Pusat dan PN Jakarta Barat, semangat demokrasi yang diemban UU Parpol akan layu sebelum berkembang.

BAB IV

PENUTUP

  • Kesimpulan

Peran komunikasi politik dalam memecahkan suatu masalah dan menengahi konflik khususnya dalam pembahasan ini konflik partai politik(partai Golkar) sangat penting,mengingat bahwa partai politik mempunyai peran penting dalam perumusan kebijakan dan penampungan aspirasi masyarakat sebagai infrastruktur politik dan melalui anggota partai dalam legislatif atau pemerintahan,tentu dengan mengetahui pokok masalahnya dan mencari penyelesaian masalah melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan per UU.

Budaya politik di Indonesia dalam parti politik lebih cenderung mengutamakan kepentingan partai dan kekuasaan sehingga hal ini yang sering memicu terjadinya konflik internal yang mengakibatkan in stabilitas politik di Indonesia.

  • Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan dari pembahasan makalah ini ialah bahwa budaya politik yang lebih cenderung mengutamakan kepentingan dan kekuasaan golongan yang sejatinya tidak mampu membawa kebaikan terhadap negera ini harus kita tinggalkan seperti budaya politik orang yang mencari kekuasaan. Budaya politik “kekuasasaan yang mencari elit/orang”, menurut kami merupakan pilihan yang tepat

Konflik internal partai Golkar yang dianggap mendapatkan intervensi dari pemerintah harus segera di selesaikan mengingat hal ini akan menghambat proses demokrasi di Indonesia khususnya Pilkada dan mengakibatkan instabilitas.dan pemerintah sebagainya jangan mengintervensi konflik parpol dengan upaya menguntungkan kubu pendukung pemerintah.dan pemnyelesaiannya harus sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU partai politik.

Kelompok 4

SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU INDONESIA

portgasdtaufiq

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah s.w.t karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Perkembangan Partai Politik di Indonesia setelah Kemerdekaan.

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Kepartaian dan Pemilu.

Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang sudah ada. Materi-materi bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami konsep tentang Partai Politik di Indonesia.

Penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu berkat adanya dorongan, bimbingan, dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

  1. Bapak Drs. H. Abdul Malik, MM selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam mata kuliah Kepemimpinan Politik Daerah.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan,akan tetapi dengan…

Lihat pos aslinya 1.447 kata lagi

SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU INDONESIA

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah s.w.t karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Perkembangan Partai Politik di Indonesia setelah Kemerdekaan.

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Kepartaian dan Pemilu.

Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-materi yang sudah ada. Materi-materi bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami konsep tentang Partai Politik di Indonesia.

Penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu berkat adanya dorongan, bimbingan, dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

  1. Bapak Drs. H. Abdul Malik, MM selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam mata kuliah Kepemimpinan Politik Daerah.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan,akan tetapi dengan bantuan dari beberapa pihak, tantangan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Praya, 27 Februari 2015

Taufiq A.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI  …………………………………………………………………………………………. iii

BAB    I        PENDAHULUAN

  • Latar Belakang…………………………………………………………… 1
  • Rumusan Masalah …………………………………………………… 2
  • Tujuan ………………………………………………………………………. 2

BAB    II        PEMBAHASAN

  • Partai Politik di Indonesia pada Masa Orde Lama……… 3
    • Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945

……………………………………………………………………. …. 3

  • Sistem Kepartaian…………………………………………… 5
  • Pemilihan Umum Tahun 1955……………………….. 5
  • Komunisme dan Supersemar…………………………. 6
  • Partai Politik di Indonesia pada Masa Orde Baru………. 8

BAB III         PENUTUP

3.1.  Kesimpulan………………………………………………………………… 9

3.2.  Saran …………………………………………………………………………. 10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………… iv

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan.

Pada dasarnya, perkembangan situasi politik dan kenegaraan Indonesia pada awal kemerdekaan sangat dipengaruhi oleh pembentukan KNIP serta dikeluarkannya Maklumat Politik 3 November 1945 oleh wakil Presiden Moh. Hatta. Isi maklumat tersebut menekankan pentingnya kemunculan partai-partai politik di Indonesia. Partai politik harus muncul sebelum pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dilangsungkan pada Januari 1946.

Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode orde lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.

  • Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah :

  1. Bagaiamana keadaan Partai Politik di Indonesia pada masa orde lama ?
  2. Bagaiamana keadaan Partai Politik di Indonesia pada masa orde baru ?
  • Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah :

  1. Untuk mengetahui keadaan Partai Politik di Indonesia pada masa orde lama
  2. Untuk mengetahui keadaan Partai Politik di Indonesia pada masa orde baru

BAB II

PEMBAHASAN

 

  • Partai Politik di Indonesia pada Masa Orde Lama
    • Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945

Partai Politik di Indonesia pada zaman kemerdekaan di mulai dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang lahir atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Maklumat Politik 3 November 1945, yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta, hadir sebagai sebuah peraturan dari pemerintah Indonesia yang bertujuan mengakomodasi suara rakyat yang majemuk.

Adapun isi Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang dimaksud ialah :

  1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, krena dengan adanya partai-partai itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin kejalan yang teratur.
  2. Pemerintah berharap supaya partai-partau itu telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan januari 1946.

Adanya Maklummat pemerintah tersebut, ternyata mendapat respon positif dari masyarakat dan elit politik pada saat itu, yang di tandai dengan berdirinya partai-partai politik, seperti :

  1. Partai Sosialis
  2. Partai Buruh Indonesia
  3. Partai Nasional Indonesia (PNI)
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI)
  5. Partai Rakyat Jelata (MURBA)
  6. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)

Partai-partai politik tersebut mempunyai arah dan metode pergerakan yang berbeda-beda. Di antaranya adalah partai politik berhaluan nasionalis, yaitu PNI penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Serikat Rakyat Indonesia, dan Gabungan Republik Indonesia yang berdiri pada 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik Djojosukaro.

Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada awalnya merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.

Sejalan dengan peningkatan ketergantungan partai plitik pada dukungan rakyat atau masyarakat untuk memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum (Pemilu) pertama di Indonesia, maka pengaruh ikatan-ikatan pengorganisasian partai-partai politik awal kemerdekaan di Indonesia.

2.1.2   Sistem Kepartaian

Satu Bulan setelah proklamasi kemerdekaan, kesempatan dibuka lebar-lebar untuk mendirikan partai politik, anjuran tersebut mendapatan sambutan yang antusias dari para aktivis politik nasional, baik yang sudah berkecimpung dalam politik masa penjajahan maupun pada masa pasca kemerdekaan. Dengan demikian system kepartaian kembali ke pola multy-partai yang telah dimulai sejak zaman colonial.

Perjalanan partai-partai politik dengan system multi-partai. Setelah keluarnya Makumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 dengan menerapkan konsep Demokrasi Liberal dan system Pemerintahan Parlementer.

  • Pemilihan Umum Tahun 1955

Pemilihan umum tahun 1995 yang diselenggarakan pada tanggal 29 september 1955 elah diikuti oleh 29 (dua puluh Sembilan) partai politik. Sejarah mencatat bahwa pemilihan umum tahun 1995 merupakan pemilihan umum paling Demokratis selama Indonesia berdiri. Pada waktu itu, semua organisasi politik dapat menjadi peserta pemilu . Padahal jika kita lihat secara kontemporer, sebenarnya hal itu merupakan kebijakan pemilihan umum yang dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Betapa tidak, Institusi seperti Polisi yang seharusnya sebagai pengayom masyarakat, yang harus berdiri di semua golongan (semua pihak), justru pada saat itu diberika kesempatan sebagai peserta pemilihan umum.

Hasil pemilihan umum tahun 1955 tersebut mampu membentuk lembaga pembuat Undang-Undang Dasar atau dikenal dengan nama Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun keberadaan lembaga Konstituante tidak bertahan lama, karena pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang sangat controversial, yaitu Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Melalui Dekrit tersebut, maka Indonesia kembali ke UUD 1945. Adapun isi Dekrit yang dimaksud ialah :

  1. Pembubaran Konstituante
  2. Kembali ke UUD 1945
  3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS), dan Dewan Pertimbangan Agung sementara (DPAS)
    • Komunisme Soekarno dan Supersemar

Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Presiden Soekarno berkuasa kembali dengan jargon politiknya “Demokrasi Terpimpin”, yang senyatanya dengan bentuk pemerintahan seperti inilah yang mengubur dalam-dalam semua partai politik di Indonesia sebagaimana diketahui bahwa sejak Soekarno kembali menjadi Presiden menurut UUD 1945, ia menggalang persatuan nasioanal dengan memaklumkan Nasakom (Nasioanal, Agama, dan Komunis) sebagai usaha mengakomodasi golongan-golongan yang ada dalam masyarakat. Dengan kekuasaan presiden yang begitu besar, ruapanya golongan nasional dan komunis yang mempunyai kases kepada Presiden.

Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang dikenal dengan “SUPERSEMAR” kepada Letnan Jendral Soeharto (Menteri/Panglima Angkatan Darat) yang pada pokoknya berisi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto untuk dan atas nama Presiden, selaku pimpinan revolusi mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna keamanan dan ketegangan serta kestabilan Negara dan pemerintah. Berbekal surat Perintah itu, Soeharto menetapkan pembubaran dan pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI). Larangan dan pembubaran PKI tersebut, kemudian dituangkan secara resmi dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa paham atau ajaran komunis/marxisme/leninisme pada hakekatnya bertentangan dengan Pancasila.

  • Partai Politik di Indonesia pada Masa Orde Baru

Pada bulan maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Soeharto sebagai Presiden Defenitif. Setelah Soeharto resmi menjabat sebagai Presiden maka rezim orde baru-pun dimulai, dan melahirkan “demokrasi pancasila”. Istilah ini lahir sebagai tandingan terhadap istilah “demokrasi terpimpin” di bawah pemerintahan Soekarno. Maka rezim baru yang manggantikannya mulai memperhatikan keberadaan partai politik. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 1971 dengan mengikutkan Sembilan partai politik di tambah Golongan Karya sebagai peserta pemilu.

Selanjutnya pada tahun 1973 diadakan penyederhanaan partai politik. Yaitu pada tanggal 5 Januari 1973 empat partai yang berideologikan Islam seperti Partai Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Sarekat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiyah Islam bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain itu 5 partai, yaitu Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan Partai Pendukung Kemerdekaan Indonesia bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan demikian mulai pemilihan umum pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanya ada 3 parol beserta golongan Karya yang menjadi Peserta Pemilihan Umum.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Sesaat setelah kemerdekaan, pada masa orde lama partai politk Indonsia dimulai dengan lahirnya Maklumat Pemerintah tanggan 3 November 1945 yang membuka ruang selebar-lebarnya kepada rakyat Indonesia untuk membentuk Partai politik. Dengan adanya pertai-partai politik tersebut memicu pertumbuhan demokrasi Indonesia. Dengan system multi-partai, terjadi pemilihan umum pertama yang diikuti oleh 29 partai.

Dengan lensernya Soekarno sebagai Presiden dan digantikan oleh Soeharto, maka zaman orde baru dimulai. Dengan system Pemerintahan Demokrasi Pancasila, partai politik di Indonesia mulai diperhatikan keadaannya, hal ini terlihat pada Pemilu tahun 1971 yang diikuti oleh 9 partai dan 1 Golongan Karya sebagai peserta pemilu. Pada masa orde baru banyak dilaksanakan penyederhanaan partai terhadap partai-partai yang selairan. Sehingga mulai pemilihan umum pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanya ada 3 parol beserta golongan Karya yang menjadi Peserta Pemilihan Umum.

3.2       Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu meningkatkan pengetahuan terhadap kondisi system kepartaian di Indonesia sesaat setelah kemerdekaan, sehingga kita dapat membandingkannya dengan system kepartaian yang ada pada zaman sekarang (reformasi).